SejarahPerayaan Kristus Raja Semesta Alam (P.Dr. Andreas Atawolo, OFM) 21. Nov. Di hari Minggu biasa ke-34, Minggu terakhir masa biasa, Gereja merayakan Hari Raya Yesus Krisus Raja Semesta Alam. Penempatan ini menegaskan iman Kristen akan Kristus sebagai penguasa waktu, sejak awal hingga akhir. Kristus Alfa dan Omega. PimpinanParmalim saat ini Raja Marnangkok Naipospos Diposting oleh agus_grup di 07.55 Tidak ada komentar: Gereja Katolik, yang juga disebut Gereja Katolik Roma,[note 1] adalah Gereja Kristen terbesar di dunia, dan mengklaim memiliki semilyar anggota, yakni kira-kira setengah dari seluruh umat Kristiani[note 2] dan seperenam dari populasi Gerejakatolik st.germanus paroki kristus raja perdagangan, Perdagangan-tomuon. 8,282 likes · 113 talking about this. Untuk menyatukan hati Para anggota Jemaat yang lain . Dari Stasi Mana pun dan Mat25:35-40). Karena Yesus Sang Raja Semesta meraja di hati kita dan hati sesama yang membutuhkan uluran tangan kasih kita. Ketiga, jangan malu bersaksi tentang keagungan dan kemuliaan Yesus Kristus sebagai Raja Cinta, Raja Damai, Raja Penyembuh, dan Raja Kerahiman dalam hidup dan karya pelayanan kita. A Gambaran umum Paroki Kristus Raja Barong Tongkok. 1. Sejarah Singkat Paroki. Roedy Haryo Widjono 2012: 13 "buku Kenangan Hut Paroki ke 75" menguraikan awal mula berdirinya paroki hingga sekarang. Sejarah Gereja Katolik di Kalimantan Timur yang dimulai pada tahun 1907 di desa Laham yang mengutamakan pendidikan dan kesehatan bagi Nabire Bertempat di Aula Paroki Kristus Raja, Siriwini, kabupaten Nabire, Sabtu (02/04/2022), telah dilaksanakan kegiatan Pemetaan wilayah berbasis Gerejani dan pendataan umat Katolik di lingkungan Paroki Kristus Raja, Siriwini Nabire. Kegiatan ini dimulai pukul 09.00 WIT dan berakhir pukul 15.30 WIT. Ketua Dewan Paroki Kristus Raja Siriwini SEJARAHSINGKAT GEREJA KATOLIK KRISTUS RAJA SAMBAS (Bagian Pertama) Suasana kota Sambas pada zaman dahulu lebih menyerupai kampung daripada kota. Sambas terletak di pinggiran sungai. Tidak ada jalan darat. Yang ada hanyalah jalan setapak yang menghubungkan rumah dengan rumah. Sungai menjadi sarana berlalu-lintas. SEMARANG(Katolikku.com) - Pemuda Katolik Cabang Kabupaten Semarang menggelar vaksinasi di Gereja Kristus Raja Ungaran pada akhir pekan lalu, Sabtu (25/9/2021). Dalam kegiatab vaksisinasi di Gereja Kristus Raja Uangara, Pemuda Katolik Cabang Kabupaten Semarang mendapatkan 3000 vaksin. Dari junmlah tersebut, 2000 vaksin dikelola oleh Gereja Goa Maria Ambarawa dan 1000 vaksin dikelola oleh cWf6. Awal Kekatolikan Awal kekatolikan di Ungaran tidak lepas dari kehadiran warga keturunan Indo dan Tionghoa di daerah Ungaran. Mereka merupakan pengelola perkebunan di lereng dan lembah gunung Ungaran. Waktu itu, Ungaran terkenal dengan perkebunan pala dan kopi yang subur. Daerah yang paling subur terletak di Sibligo Ungaran Barat. Selain pekerjaan yang menuntut perhatian semakin besar, udara yang sejuk mendorong mereka membangun rumah di Ungaran sebagai tempat tinggal. Jejaknya dapat dilihat lewat peninggalannya berupa gedung-gedung, misalnya Gedung Kuning atau Benteng Willem II. Benteng Willem II ini pernah menjadi tempat untuk menahan Pangeran Diponegoro. Di Sibligo juga masih terdapat bangunan Belanda bekas tempat tinggal. Beberapa dari orang Indo dan Tionghoa itu, ada yang beragama katolik. Mereka menjadi orang-orang Katolik pertama di Ungaran. Penduduk pribumi asli Ungaran yang katolik dapat dikatakan hampir tidak ada. Penduduk pribumi yang menjadi katolik pada umumnya adalah pendatang yang kemudian minta dipermandikan. Penduduk pribumi ini datang ke Ungaran untuk bekerja di perkebunan atau menjadi penjaga vila. Sebagai orang Katolik, baik Indo, Tionghoa maupun pribumi, mereka cukup aktif dalam kegiatan paguyuban murid-murid Kristus. Mereka aktif mengadakan pertemuan-pertemuan untuk berdoa atau mengembangkan imannya. Rama-Rama yang mendampingi mereka berasal dari Ambarawa. Salah satu perintis kekatolikan di Ungaran yang tidak dapat dilupakan adalah Mecrow de Jong. Menurut banyak kesaksian, Mecrow de Jong amat berjasa bagi perkembangan gereja Ungaran. Ia membangun rumah doa di pekarangannya sendiri agar umat katolik dapat berkumpul untuk merayakan misteri kudus Gereja, mengadakan pendalaman iman, atau pertemuan-pertemuan yang lain. Rumah doa ini menjadi pengikat paguyuban mereka. Lokasi rumah doa ini berada di lokasi gereja yang sekarang. Dahulu daerah di sekitar gereja masih sangat sepi dan jalannya sempit. Dalam perjalanan waktu, jumlah umat semakin bertambah. Perkembangan ini membawa konsekuensi perlunya tempat ibadah yang memadai. Dalam proses mencari lokasi tempat ibadah, Mecrow de Jong menyerahkan rumah doa berserta tanahnya kepada Gereja lewat Rama Th. C. Verhoeven SJ agar dipakai untuk gereja. Suatu anugerah yang luar biasa. Pembangunan gereja pun segera dimulai. Peletakan batu pertama dilaksanakan oleh Rama J. Van Rijkevorsel SJ, pastor Paroki Ambarawa, pada tanggal 22 Januari 1933. Pembangunan gereja ini dapat dikatakan amat bernilai monumental sebab pembangunan ini merupakan tonggak sejarah bertumbuhnya Paroki Ungaran secara nyata. Pembangunan pun terus berjalan, sambil menyelesaikan bangunan, umat merenungkan nama gerejanya. Setelah melalui pencarian yang panjang, Rama beserta umat memutuskan memberi nama gerejanya Kristus Raja. Perjuangan umat yang tetap gigih dalam kesulitan karena cintanya pada gereja dan suburnya daerah Ungaran pada waktu itu, merupakan latar belakang yang cukup dominan bagi pemilihan nama tersebut. Cita-cita umat Ungaran sesuai dengan panggilan dan perutusan dari Tuhan Yesus Kristus, ingin menjadi Gereja yang mewartakan Kerajaan Allah. Kerajaan Allah tiada lain adalah suasana subur, syalom, damai sejahtera. Dan untuk itu semua dibutuhkan kegigihan berjuang atas dasar cinta pada panggilan dan perutusan Tuhan. Umat ingin mengikuti Yesus Kristus selurus-lurusnya. Hidup dan karya Yesus menjadi model hidup dan karya umat Ungaran. Maka sekali lagi mulai saat itu dan seterusnya gereja baru itu diberi nama Kristus Raja. Kendati sudah mempunyai gereja sendiri, karena situasi yang sulit pada waktu itu, pelayanan Rama dari Paroki Ambarawa sangat terbatas. Perayaan Ekaristi di Stasi Ungaran dilaksanakan hanya pada Minggu Pertama dan Ketiga. Agar gereja tetap terawat dan selalu siap dipakai, perawatan gereja diserahkan kepada keluarga Mecrow Duran. Kendati demikian benih iman yang telah ditaburkan oleh Tuhan di Ungaran tidak pernah mati. Bahkan, Gereja Ungaran semakin bertumbuh dan berkembang. Semakin lama jumlah umat semakin bertambah. Status Gereja Kristus Raja Ungaran pun ditingkatkan menjadi Stasi. Sebagai stasi, Gereja Kristus Raja Ungaran dipercaya untuk mengelola buku baptis sendiri. Baptisan pertama yang tercatat di stasi Kristus Raja Ungaran adalah baptisan Rebecca Charmi, anak dari Resawidjaja dan Lasima oleh Rama Th. C. Verhoeven SJ pada tanggal 20 Agustus 1933. Selain itu, sejak adanya gereja tersebut Stasi Kristus Raja Ungaran dipercaya mendampingi anak stasi yaitu Gereja Girisonta. Kelak dalam perjalanan waktu, stasi Girisonta menjadi Paroki Girisonta. Berdasarkan catatan yang ada, imam yang pernah bertugas di Stasi Kristus Raja Ungaran semenjak pembangunan gereja namun sebelum penjajahan Jepang adalah Rama Th. C. Verhoeven SJ, Rama P. Schmedding SJ, Rama J. Hellings SJ, Rama Th. Poespasoeparta SJ 1938, Rama A. Adikardjana SJ 1939, Rama Pollmann SJ dan Rama Ch. de Meneder SJ 1940. Rama-Rama inilah yang boleh dikatakan mengawali pelayanan iman di Ungaran. Rama-rama tersebut ada yang bertugas penuh tapi ada juga yang hanya melayani sebulan sekali. Dari Stasi menjadi Paroki Waktu pun berjalan namun kesulitan tidak pernah lepas dari umat Stasi Kristus Raja Ungaran, bahkan kadang kesulitan itu terasa tak tertanggungkan lagi. Sepuluh tahun kemudian Stasi Kristus Raja Ungaran menderita. Kurang lebih selama 7 tahun, dari tahun 1942 sampai dengan 1949, Stasi Kristus Raja Ungaran berada dalam keadaan bagaikan anak ayam kehilangan induknya. Semenjak pendudukan Jepang sampai dengan clash II, umat Stasi Kristus Raja Ungaran terlantar. Lebih-lebih dari tahun 1945 sampai dengan 1949, pelayanan iman para Rama untuk Stasi Kristus Raja Ungaran sama sekali kosong. Banyak Rama Belanda dipenjara atau pulang ke negerinya karena alasan keamanan, dan beberapa meninggal dunia karena terbunuh. Setelah situasi aman, mulai tahun 1949 dengan tekun para Rama mulai melayani kembali umat Stasi Kristus Raja Ungaran. Mereka adalah Rama Ignasius Haryadi Pr 1949, Rama L. Koersen SJ 1951, Rama C. Harsasoewito SJ 1952, Rama E. Djajaatmadja SJ 1954, Rama H. Haripranata SJ 1956. Kehadiran para gembala ini mengobarkan api semangat umat Stasi Kristus Raja Ungaran untuk kembali menjadi orang katolik yang tangguh. Umat mulai bangkit kembali mewartakan Kristus dengan tidak takut. Kebangkitan iman umat Katolik Ungaran ini ditandai dengan adanya baptisan massal pada tanggal 1 November 1956. Kurang lebih 100 umat dewasa dibaptis menjadi katolik. Sejak tahun 1949 itu pula mulai dirintis pengurus gereja atau stasi. Pengurus ini bertugas memikirkan dan melaksanakan karya pastoral umat katolik di Ungaran. Salah satu keprihatinan pastoral yang dialami umat dan disadari oleh pengurus adalah terlantarnya pendidikan anak-anak pribumi. Atas dasar usulan umat dan pengurus gereja, dirintislah sekolah dasar bagi anak-anak pribumi. Pada tahun 1953 didirikan SD Kanisius Genuk. SD Kanisius sampai saat ini dengan tekun melayani pendidikan bagi masyarakat dari berbagai macam latar belakang. Pada tanggal 29 Juli 1953 disusul berdirinya SMP Kanisius Junggring Saloka dengan meminjam tempat di rumah Bapak Ngadilan. Dalam perjalanan waktu, mengingat jumlah murid yang semakin banyak, SMP dipindahkan ke belakang gereja dengan nama SMP Kanisius Suralaya. Namun dalam perjalanan waktu, SMP ini tidak mampu menghadapi tantangan zaman. Jumlah murid semakin merosot, dan akhirnya ditutup pada tanggal 29 Juni 1999. Pada tanggal 17 Juli 1995 pihak pengelola telah mendirikan SMK Kanisius sebagai penggantinya. Setiap kali menelusuri jejak sejarah hidup dan perjuangannya, Gereja Kristus Raja Ungaran tidak dapat melupakan kehadiran Lembaga Hidup Bakti tingkat Keuskupan, yaitu Tarekat Suster-suster Abdi Kristus AK. Semula tarekat ini bernama Abdi Dalem Sang Kristus ADSK, namun dalam perjalanan waktu sesuai dengan tuntutan zaman nama tarekat diubah menjadi Abdi Kristus AK. Terekat ini mondhok di Susteran OSF Ambarawa. Mengingat anggota dan karya semakin berkembang, tarekat memandang pentingnya memiliki rumah sendiri yang memadai. Pencarian lokasi pun dilaksanakan, dan ditemukan tanah yang strategis yaitu Ungaran. Pada tahun 1954, rumah mulai dibangun. Rumah yang dimaksud adalah biara yang sekarang ini terletak di Jl. Diponegoro. Tanggal 22 Juli 1955 biara Ungaran mulai ditempati. Para suster dan anak-anak yatim piatu pindah dari Ambarawa ke Ungaran. Dalam perjalanan waktu, Biara AK Ungaran ini berkembang pesat. Mereka mendirikan TK, SD, SMP, Rumah Bersalin, Panti Asuhan, Novisiat, dan Rumah Pimpinan Umum. Kehadiran tarekat ini amat dirasakan manfaatnya oleh umat maupun masyarakat Ungaran. Banyak umat Ungaran merasa bahagia, merasa dikembangkan imannya oleh pelayanan tarekat suster AK ini. Rumah di Ungaran menjadi berkat tidak hanya bagi umat Katolik namun juga untuk masyarakat yang lain. Paroki Kristus Raja dan Tarekat Abdi Kristus telah bekerja sama secara erat dalam pengembangan berbagai karya pastoral sebab keduanya mempunyai spiritualitas yang sama yaitu mengabdi pada Kristus, baik umat Paroki maupun para suster AK. Karya-karya pendidikan baik yang dikelola Yayasan Kanisius maupun Santa Maria menjadi ujung tombak pewartaan kekatolikan. Melalui sekolah, banyak orang mengenal dan dengan kehendak sendiri menjadi katolik. Seiring dengan adanya Rama yang mulai menetap di Ungaran pada tahun 1959, Gereja Kristus Raja Ungaran semakin mekar. Rama pertama yang menetap di Ungaran adalah Rama A. Spekle SJ. Pada tahun 1961 estafet penggembalaan umat Ungaran diserahkan dari Ordo Serikat Jesus kepada kongregasi Missionariorum a Sacra Familia MSF. Ordo Serikat Jesus tidak lagi berkarya di Ungaran. Alasannya karena waktu itu kongregasi MSF membuka Novisiat di Ungaran. Novisiat bernama “Wisma Bethania” di Gowongan. Rama MSF pertama yang berkarya di Ungaran adalah Rama D. Adisoedjono MSF. Ungaran menjadi tempat terakhir Rama D. Adisoedjono karena beliau dipanggil Tuhan di Ungaran. Rama-Rama MSF lainnya yang pernah berkarya adalah Rama A. Van der Valk MSF, Rama Hendrawarsito MSF, Rama Schoots MSF. Di bawah penggembalaan Rama-Rama MSF tersebut, GerejaKristus Raja Ungaran terus bertumbuh, berkembang, dan berbuah. Rama yang perlu disebut secara khusus yaitu Rama Schoots MSF. Jasa beliau bagi Stasi Kristus Raja Ungaran amat banyak. Bahkan dapat dikatakan jiwa dan raganya diabdikan kepada Stasi Kristus Raja Ungaran. Rama Schoots MSF berkarya tahun 1965-1974. Dalam tahun-tahun itu banyak peristiwa penting dapat dicatat. Pada tahun-tahun itu penambahan umat semakin besar. Tahun 1965 merupakan tonggak penting sejarah perkembangan Gereja Kristus Raja Ungaran karena pada tahun itu Stasi Kristus Raja Ungaran secara definitif ditetapkan menjadi Paroki Ungaran. Memantapkan Paroki Muda Dalam perjalanan hidup manusia, yang disebut usia muda adalah umur 12 sampai dengan 35 tahun. Analogi dengan pembagian usia itu, sekarang akan dideskripsikan pula gerak langkah Paroki Ungaran selama 35 tahun sejak kelahiran, dari tahun 1965-2000. Maka bagian ini diberi nama Memantapkan Paroki Muda’. Baptisan paling banyak terjadi pada tahun 1966-1968 sesudah G 30S PKI. Umat Katolik pada waktu itu tersebar di beberapa Wilayah, yaitu Pudak Payung, Gunung Pati, Nyatnyono, Candirejo, Lerep, Susukan, Bandarjo, Genuk, Keji, Sidomulyo, Kalirejo, Kalikayen, Leyangan, Kalongan, Beji, Gogik, Langensari, Gedanganak, dan Sitoyo. Namun ada juga Wilayah yang dulu terdapat banyak umat Katolik, sekarang tinggal sedikit karena pindah ke lain daerah atau juga ada yang pindah agama. Rama Schoots MSF banyak berjasa dalam membina umat Ungaran. Pada zaman beliau, pengembangan keluarga dan kaderisasi mendapat perhatian yang cukup besar. Salah satu karya pastoralnya yang dikembangkan waktu itu adalah kunjungan keluarga. Untuk membangun paguyuban umat yang hidup, Paroki mengembangkan kaderisasi. Bahkan untuk kepentingan kaderisasi ini, pada tahun 1973 Paroki mendirikan Youth Center di dekat SMP Kanisius Suralaya. Kekhasan lain yang terjadi pada zaman Rama Schoots, MSF adalah penggembalaan berdasarkan proses. Paroki selalu mengembangkan umat tahap demi tahap dan selalu bertitik tolak pada kemampuan setempat. Mengingat usianya yang sudah lama, Paroki juga merehab gedung gereja dan pastoran sebagai prasarana pendukung karya pastoral. Pada tahun 1974, Rama Schoots, MSF mengalami kecelakaan di depan gereja sampai koma. Dalam keadaan masih koma tersebut, ia dibawa ke negeri Belanda untuk berobat. Selama ditinggal Rama Paroki, hanya setiap hari Minggu Paroki mendapat bantuan imam dari Paroki Girisonta untuk Perayaan Ekaristi. Pada saat ini dapat dikatakan kehidupan beriman umat terlantar. Dua tahun kemudian ada berita bahwa ternyata Rama Schoots, MSF belum bisa kembali menggembalakan Paroki Ungaran. Beliau belum kunjung sembuh dari sakitnya. Tahun 1976 Bapa Yustinus Cardinal Darmojoewono mengutus Rama Aloysius Hantara Pr 1976-1986 untuk bertugas di Paroki Ungaran. Kehidupan umat dibangkitkan oleh Rama Aloysius Hantara, Pr. Pada masa ini baru terjadi migrasi cukup besar di daerah Ungaran. Banyak orang dari luar daerah berpindah dan tinggal di Wilayah Ungaran. Perumahan-perumahan mulai dibangun seperti di Sebantengan, Kuncen Baru, Perumda Gedanganak dan sebagainya. Diantara pendatang itu ada yang sudah beragama katolik dan ada yang kemudian minta dipermandikan, sehingga jumlah umat terus meningkat. Rama Aloysius Hantara, Pr berhasil membangkitkan kehangatan menggereja umat. Pada masa penggembalaannya, pengelolaan Dewan Paroki dan perhatian pada orang kecil mendapat prioritas. Pembagian Lingkungan kring I s/d X dan pembagian tugas pamong serta organisasi yang lain mulai diperjelas, sehingga keberadaan Lingkungan semakin terasa manfaatnya. Perhatian pada orang kecil terwujud nyata dalam beberapa kegiatan sosial. Kegiatan sosial tersebut antara lain bea siswa, donor darah, koperasi, gerakan sosial Serikat Sosial Santo Vincentius SSV. Bidang pendidikan pun mendapat perhatian Paroki. Paroki mendirikan TK Vincentius Pudak Payung dan SMP Santa Maria. Dengan berkembangnya TK Vincentius, Paroki membeli tanah untuk pengembangan TK dan dilokasi tersebut didirikan Kapel Yakobus Zebedeus Pudak Payung untuk lebih melayani rohani umat. Dalam perkembangan berikutnya, dengan tumbuhnya perumahan-perumahan di Pudak Payung, jumlah umat semakin berkembang pesat. Kelompok-kelompok kategorial pada saat itu juga mulai tumbuh dan berkembang. Kelompok kategorial tersebut antara lain Legio Mariae, Woro Semedi, Serikat Sosial Santo Vincentius, Kelompok Karyawan Muda Katolik KKMK, berkembang juga Mudika dan Wanita Katolik. Kerjasama dengan masyarakat pada masa ini juga dikembangkan. Kerjasama yang dirintis adalah membangun forum komunikasi antar umat beriman di Ungaran. Salah satu forum tersebut adalah Badan Kerjasama Antar Gereja BKSAG. Pada tahun 1986 Rama Aloysius Hantara, Pr diganti oleh Rama Vincentius Kartasudarma, Pr 1986-1989. Perhatian Rama Vincentius Kartasudarma, Pr banyak pada pembangunan fisik gereja dan melanjutkan karya yang sudah berjalan. Umat mendapat kesempatan untuk mengendapkan dan mengembangkan karya-karya pastoral yang sudah ditanamkan sebelumnya. Bersama dengan Rama Vincentius Kartasudarma, Pr, umat Paroki Ungaran mengadakan lagi renovasi gereja dan pastoran yang sangat mendukung kegiatan umat. Pada tahun 1989 Rama Vincentius Kartasudarma, Pr digantikan oleh Rama Antonius Tri Wahyono, Pr tahun 1989-1992. Rama Antonius Tri Wahyono, Pr sering dipandang sebagai rama yang ngetren, nyentrik, dan cocok dengan situasi umat Ungaran yang mayoritas generasi muda atau berjiwa muda. Pada zaman ini, Paroki mengadakan refleksi karya-karya pastoral yang pernah terjadi. Salah satu yang menjadi kebanggaan dan diteruskan adalah perhatian pada kaum muda seperti terjadi pada zaman Rama Schoots, MSF. Pada zaman Rama Antonius Tri Wahyono, Pr ini, Paroki amat memberi perhatian pada pendampingan generasi muda. Dalam pendewasaan kaum muda ini, dibentuklah Forum Komunikasi Siswa Katolik FKSK. Dalam pendampingan anak pada masa ini, dimulai pemberian komuni bathuk’. Pada zaman ini juga dilakukan pembenahan kinerja Dewan Paroki, penerbitan majalah Warta Ungaran Warung, pendirian poliklinik “Marganing Waluyo”, dan kelompok doa karismatik. Pada tahun 1992 Rama Antonius Tri Wahyono Pr digantikan oleh Rama Fransiskus Asisi Martana, Pr 1992-1994. Rama Fransiskus Asisi Martana, Pr membawa warna yang sangat lain bagi Paroki, khususnya dalam bidang liturgi. Beliau menginginkan umat tidak hanya berkembang dalam organisasi, tapi juga mampu menghayati nilai-nilai rohani. Maka nampak sekali pada zaman beliau, liturgi mendapat perhatian cukup besar. Pada masa ini, Paroki merehab panti imam dan altar dibuat lebih indah dan lebih luas. Untuk membangun inkulturasi, Paroki mengadakan misa dalam bahasa Jawa dan membeli seperangkat gamelan pelog serta slendro. Pada tahun 1994 Rama Fransiskus Asisi Martana, Pr digantikan oleh Rama Aloysius Budyapranata, Pr 1994-2000. Bersama dengan Dewan Paroki waktu itu, Rama Aloysius Budyapranata, Pr mengambil prioritas bina iman dan pengembangan komunikasi yang sehat antar umat. Pada masa ini, berbagai pembinaan ditingkatkan. Pembinaan tersebut antara lain pembinaan PIA, persiapan komuni pertama, persiapan krisma, persiapan calon baptis, pembekalan guru agama, penataran pemandu Kitab Suci, pembekalan hidup keluarga ME. Bidang Liturgi juga mendapat perhatian dengan mengajak umat untuk lebih menghayati perayaan Ekaristi sebagai sumber hidup. Untuk mendukung hal itu, maka kinerja petugas-petugas Liturgi ditingkatkan dan dibenahi meliputi putra altar, lektor, pemazmur, koor, prodiakon, dan sebagainya. I. Selintas Kelahiran Paroki Kristus RajaParoki Ketabang yang lebih di kenal dengan nama Paroki Kristus Raja, berdiri pada tahun Ketabang dibangun pada sebidang tanah di Derxstraat atau yang sekarang Jl. Residen Sudirman. Sebagai permulaan disana dibangun gedung sekolah. Romo Perintis yang pertama paroki ini adalah Romo Veer CM. yang sejak tahun 1928 berada di Paroki Kepanjen, Surabaya. Mengenai segala tata usaha paroki Ketabang ini masih masuk dalam pembukuan paroki waktu itu di kanan kiri Derxstraat masih merupakan padang luas yang masih kosong. Pada tanggal 1 April 1928 Mgr. Dr. Th. de Backere CM. meletakkan batu pertama untuk pembangunan gedung sekolah di paroki Ketabang.... Pembangunan gedung sekolah tersebut dapat cepat selesai, pada akhir Juli 1929, sekolah tersebut diberkati oleh Th. de Backere CM. Sekolah ini diberi nama “Santa Theresia”, kepala sekolahnya pada waktu itu adalah tuan Scheepens dengan dibantu oleh 6enam orang guru. Dengan keputusan pemerintah pada tanggal 8 Febuary 1930 dan berlaku mulai tanggal 1 Juli 1930, sekolah “ tidak mau ketinggalan mereka membangun sekolah juga disudut Derxstraat dan Mulolaan atau sekarang Sudirman dengan Jl. Teratai. Gedung sekolah tersebut selesai dan diberkati oleh Backere CM pada tanggal 29 Juni 1930. Disamping itu Yayasan juga membangun sebuah poliklinik di jalan Tambaksari, Surabaya. Tidak pada waktu sekarang saja, tetapi pada waktu itu paroki Ketabang pernah juga menjadi pusat kegiatan umat Katolik seluruh Surabaya. Paroki Ketabang yang baru ini terus berkembang. Pada bulan Desember 1930, umat paroki Ketabang sudah dapat merayakan pesta Natal yang pertama kali di parokinya sendiri. Akan tetapi oleh karena tidak mungkin dapat menampung mereka semua, maka upacara Misa Kudus pada malam Natal diadakan di HBS yang sekarang di Jl. Wijayakusuma, Surabaya. Dengan kejadian dan perkembangan ini, kita dapat melihat perkembangan jumlah umat yang bertambah di paroki Ketabang ini. Oleh karena sekolah St. Theresia dibanjiri terus oleh murid, maka disamping sekolah St. Melania dibangun sebuah sekolah lagi. Disamping menjadi Romo Paroki Ketabang Rm ter Veer CM. menjabat juga sebagai direktur yang pertama dari lembaga tanah Panti Asuhan “Don Bosco”, Surabaya. Lambat laun gedung pastoran mulai dibangun sekolah Gabriel. Pembangunan diselesaikan pada bulan February 1933, dan sebagai pastor kepala paroki ialah romo Dr. Haest CM. dibantu oleh romo van Ravesteijn CM. Dari Kepanjen Backere CM. merangkap menjadi Sekretaris Prefektur Apostolik. Dalam karya misinya Backere CM. mendapat bantuan dari seorang pedagang mobil yaitu tuan Bouman. Tuan Bouman ini kemudian atas jasanya oleh Sri Paus diangkat sebagai sebagai Ridder atau Bouman. Tuan Bouman ini kemudian atas jasnya oleh Sri Paus diangkat sebagai Ridder atau Ksatria dari Ordo Santo Silvester. Antara bulan Agustus 1934 sampai February 1937, di Ketabang ada seorang romo yaitu romo Bakel CM. Atas inisiatifnya, didirikan perkumpulan kepanduan untuk muda-mudi paroki Ketabang yang diberi nama Santo Yoris. Karena Backere CM. dan prefect Apostolik Surabaya berada di Ketabang, maka timbul pemikiran untuk membangun sebuah gereja katedral dengan dua menara dan dapat menampung sekitar 700-800 orang, rencananya Ketabang akan dijadikan tempat kediaman Uskup Surabaya. Tetapi sayang, rencana tersebut sejak tahun 1936 tidak disinggung lagi. Pada pertengahan tahun 1937, Backere CM. pulang ke Belanda karena sakit. Beliau diganti oleh Mgr. CM. Sejak tahun 1938, sekolah Santa Theresia menjadi gereja tetap paroki Kristus Raja atau Ketabang dan disebut gereja darurat Santa Theresia. Mulai tahun 1940, gereja darurat Santa Theresia ini menjadi gereja darurat Kristus Raja dan diperlebar sedikit. Antara tahun 1939-1940 di Ketabang ditempatkan romo CM. dengan tugas khusus untuk umat orang-orang Indonesia. Tugas ini kemudian digantikan oleh romo E. van Mensvoort CM. yang berada pertama kali dalam tahun 1940-1948, sedangkan buku-buku perdamaian orang-orang Indonesia masih di paroki Kelahiran Santa Perawan Maria atau Kepanjen, Surabaya. Sejak 16 Oktober 1941 Vatikan memutuskan menetapkan Prefektur Surabaya menjadi Vikarat. Maka pada tanggal 8 Mei 1942 Mgr. Dr. CM. dilantik sebagai Vikaris Apostolik di gereja Kepanjen oleh Mgr. II. Perang Dunia Kedua Pecah Pada permulaan bulan Maret 1942, tentara Jepang menduduki Pulau Jawa termasuk Surabaya. Mereka mengancam dengan ancaman pemboman-pemboman dari pesawat diatas kota Surabaya. Sejak itu gereja darurat Kristus Raja menjadi sepi, karena umatnya sebagian besar adalah warga Belanda. Sekolah Santa Theresia diduduki Jepang dan digunakan untuk gudang, bahkan gereja mereka gunakan untuk pos penjagaan dan hampir saja pastoran juga diambil alih oleh Jepang. Pada waktu romo E. van Mensvoort CM. masih berada di Ketabang, seorang opsir Jepang datang untuk menyita pastoran. Opsir tersebut bertemu dengan romo E. van Mensvoort CM. tetapi ternyata opsir tersebut adalah bekas teman romo E. van Mensvoort CM. di Blitar. Akhirnya pastoran Ketabang terhindar dari penyitaan. Waktu Ketabang kehilangan gerejanya, Misa Kudus dipersembahkan didalam pastoran. Semula, para rohaniawan, biarawan dan biarawati tidak diganggu, akan tetapi lambat laun seorang demi seorang, semua yang berkebangsaan Belanda, mereka internir/tawan termasuk Mgr. Dr. CM. Pada bulan September 1943, semua ditawan, romo-romo dari Ketabang dibawa ke penjara di Bubutan, Surabaya. Pada bulan February, semua romo beserta tawanan yang lain dibawa ke Bandung dengan kereta api yang tertutup. III. Pastoran Kosong Pastoran Ketabang pada waktu itu sempat kosong, kebetulan di Kepanjen ada suster-suster Ursulin yang berjumlah delapan orang. Dengan dipimpin oleh Moeder Thadea mereka mengisi kekosongan pastoran Ketabang sampai romo-romo kembali, dari tawanan. Meskipun romo Belanda tidak ada di Surabaya, tetapi ada beberapa dari Jawa Tengah antara lain romo Dwidjosoesanto Pr. Beliau-beliau ini semua dari Jawa tengah dan merekalah yang melayani umat Katolik di semua gereja di Surabaya pada waktu itu. Antara tahun 1945- 1946, romo Padmosapoetro Pr. pernah tinggal di pastoran Ketabang dengan dibantu oleh IV. Pendudukan Belanda Jepang kalah perang. Lambat laun para romo dan para rohaniwan serta rohaniwati lainnya kembali dari interniran. Pada bulan September 1945, romo CM. dan romo Mensvoort CM. kembali ke Ketabang, Surabaya. Mgr. Dr. CM. selanjutnya menetap di Darmo, sedangkan para suster Ursulin kembali ke tempatnya sendiri. Antara tahun 1948-1949 ada beberapa Frater dari Kepanjen yang menjadi penghuni pastoran Ketabang. Pada waktu itu Kepala Paroki adalah romo W. van Den Brand CM. Umat Katolik semakin bertambah banyak dan dirasakan bahwa gereja darurat Kristus Raja sudah terlalu kecil dan perlu di perluas. Maka diperluaslah gereja darurat tersebut dengan ruangan memanjang, meskipun sebelumnya pada waktu romo CM. pernah diperluas sedikit. Dengan bertambahnya umat, maka bertambah pulalah kegiatan sosial mereka. Kira-kira bulan Oktober 1948 timbul sesuatu gagasan untuk membangun sebuah bangsal. Kemudian ditemukan gagasan untuk memindahkan bangsal kepanduan Santo Yoris yang sudah tidak dipakai lagi dari Karanggayam ke Mulolaan. Promotor pembangunan ini adalah romo Veel CM. Rencana pembangunan dan biaya dapat disetujui oleh Mgr. Dr. CM. dan bangsal tersebut dapat diselesaikan pada Januari 1949. Sejak dimilikinya gedung balai tersebut, kegiatan umat Katolik dalam bidang sosial dan rekreasi makin lebih giat dan terorganisir, sehingga lahirlah “Katholieke Ketabang” yang kemudian menjelma menjadi “Ikatan Umat Katolik Ketabang”. Pengurus pertama dari ini diketahui oleh Claudemans dan wakilnya ialah Brotodihardjo. Penasehat Pelindung adalah romo M. Dijkstra CM. yaitu Kepala Paroki Ketabang pada waktu itu. Disamping itu sejak tahun 1949, lahirlah pula sebuah perkumpulan Tionghoa Katolik yaitu “Chung Hua Thien Chui Hui” yang aktifitasnya meliputi semua bidang kerohanian dan sosial. Aktifitas perkumpulan ini mencakup seluruh umat Tionghoa Katolik di seluruh Surabaya. V. Sesudah Kemerdekaan Republik Indonesia Sejak Juni1946 Mgr. Dr. CM. pindah ke Kepanjen dan kemudian pada bulan Mei 1947 pindah ke Darmo, Surabaya. Beliau wafat pada tanggal 8 Mei 1952 dan digantikan oleh Mgr. CM. Sedangkan romo M. Dijkstra CM. menjabat romo Paroki Ketabang, hingga tahun 1958. Umat Paroki Kristus Raja makin bertambah terus, gereja darurat sudah tidak dapat menampung lagi. Maka pada tahun itu ada pemikiran dan usaha yang pernah ada, oleh romo Dijkstra CM. dihidupkan kembali, ialah membangun sebuah gereja. Pembangunan gereja baru dapat diselesaikan dengan baik atas inisiatif dan bimbingan romo M. Dijkstra CM. dan pada tahun 1957 gereja baru tersebut diberkati dan diresmikan oleh Klooster CM. Perkembangan warga paroki kristus Raja diikuti oleh perkembangan dalam kehidupan kerohanian. Pada tanggal 20 Agustus 1949, berdirilah sebuah Maria Congregative voor de Hollandsch sprekenae Chinese Jongens dengan nama-nama pelindung Santa Maria Pelindung Kekal dan Santo Franciscus Xaverius. Pada tanggal 20 Desember, lahirlah voor Dames dengan nama-nama pelindung Santa Maria yang diangkat ke surga dan Santa Elizabeth dari Thuringend an voor meisjes dengan nama pelindung yang sama Maria Goretti. Setelah itu muncul perkumpulan- perkumpulan sosial seperti Muda Katolik Indonesia, yang kemudian menjadi Pemuda Katolik, Serikat Santo Vincentius SSV, Santo Benoit Labre dan lain sebagainya. Mereka aktif dalam pertemuan-pertemuan, mengadakan kunjungan-kunjungan keluarga, orang sakit, mengajar agama, mengadakan rekoleksi dan sebagainya. Semua ini menggambarkan kegiatan Paroki Kristus Raja pada waktu itu. Kegiatan-kegiatan warga Paroki Kristus Raja makin meningkat ; pada tahun 1952 Yayasan Santo Yoseph membuka sebuah sekolah Menengah Pertama Puteri “Santa Agnes” di kompleks SGKP Mater Amabilis, sedangkan untuk Putra dibuka pada tahun 1958 yang diberi nama Santa Stanislaus. Menyusul pada tahun 1961 sebuah SMA putri Santa Agnes dibuka dan menempati gedungnya yang baru pada tahun 1964. Sebagai penghubung umat, sejak tahun 1964 diedarkan sebuah Berita Paroki yang diterbitkan sebulan sekali. Sejak Agustus 1967, pada hari-hari Minggu dimuka gereja dibuka sebuah information desk, yang kemudian pada tahun 1969 diganti dengan sebuah kios penerangan. Kegiatan-kegiatan Paroki Kristus Raja yang besar meliputi seluruh kota Surabaya, yang pernah diusahakan oleh Paroki Kristus Raja ialah kursus Perkawinan yang disponsori oleh keluarga Grail pada tahun 1964, pekan olah raga antar paroki Surabaya yang pertama pada tahun 1965, prosesi Sakramen Maha Kudus untuk memperingati 10 tahun berdirinya Kristus Raja pada tahun 1967. Usaha yang terakhir yang menjadi kebanggaan umat Paroki Kristus Raja, baik pimpinannya maupun warganya ialah pendirian Gedung Kristus Raja. Gedung tersebut dimaksudkan untuk gedung serbaguna, baik untuk olah raga maupun untuk pertemuan-pertemuan. Pembangunannya dimulai pada tahun 1964 dan setelah mengalami berbagai kesukaran dapatlah diselesaikan dengan baik. Gedung tersebut diberkati oleh Mgr. Drs. Klooster CM. dan diresmikan pada tanggal 21 Juli 1968. Namun perkembangan umat tidak berhenti tetapi tetap maju dan semakin berkembang. Dikawasan Timur kota Surabaya di tepi pantai Kenjeran pada tahun 1962 mulai dikembangkan komplek perumahan Angkatan Laut pada daerah rawa atau sawah dan diantara para penghuninya ternyata ada juga yang beragama Katolik. Semula pemeliharaan iman mereka menjadi tanggung jawab Pastor Militer Angkatan Laut. Lama kelamaan diserahkan kepada Paroki Kritus Raja. Mulailah kelompok kecil ini berkembang dan membutuhkan tentu saja tempat ibadah. Pola perkembangan tetap sama, mula-mula ada misa di keluarga sebulan sekali, lalu pinjam tempat di fasilitas sekolah Angkatan Laut dan akhirnya berupaya membangun Gereja sendiri. Baru pada tahun 1983 resmi menjadi Gereja dan kemudian diberkati oleh Mgr. Dibjokarjono tepatnya tanggal 28 Agustus 1983. Sekaligus menjadi stasi Santo Marinus Yohanes. Keadaan semakin tidak memadai, terpaksa ditambah sewa tenda setiap Minggu bahkan membuat tenda sendiri, bukan untuk bazaar tetapi untuk menampung umat. Sebagian besar umat bila mengikuti perayaan Ekaristi sudah tidak bisa melihat apa-apa. Pada tahun 1986 umat bertekad membangun Gereja baru dan Gereja yang baru telah terealisir pada tahun 1990. Sebuah Gereja yang besar dengan daya tampung lebih besar dari Gereja Paroki sendiri. Gereja baru di Timur yang merupakan anak dari Paroki diberkati oleh Mgr. Dibjokarjono pada tanggal 31 Maret 1990. Dan di Gereja baru ini mencatat sejarah, dimana merupakan keistimewaan, karena di Gereja stasi ini pada bulan Juli 1990 tepatnya tanggal 12 Juli 1990 dipakai sebagai tempat pentahbisan 3 Imam baru. Baru pertama kali terjadi pentahbisan Imam dilaksanakan disebuah Gereja stasi. Dibagian lain dari kota Surabaya Timur, tepatnya didaerah Pogot, yang semula pelayanan Gerajani diberikan oleh Paroki Kepanjen, pada tahun 1980 dialihkan menjadi bagian dari Paroki Kristus Raja. Pada saat pengalihan ini juga sedang dibangun sebuah Gereja baru. Gereja ini diberkati pada tanggal 25 Januari 1981 oleh Mgr. Drs. Klooster CM. Sekaligus diresmikan menjadi stasi Ratu Pecinta Damai. Dengan demikian Paroki Kristus Raja mempunyai 2 wilayah yang berstatus stasi dengan Gereja yang cukup besar. Daftar romo-romo yang pernah berkarya Banyak imam yang telah melayani Paroki Kristus Raja, di bawah ini daftar nama Imam yang melayani paroki Kristus Raja 1 de Backere CM. 2 Romo G. ter Veer CM. 3 Romo Haest CM. 4 Romo G. van Ravensteyn CM. 5 Romo F. Peterse CM. 6 Romo G. van Bakel CM. 7 Romo Joh. J. Schilder CM. 8 Romo L. Nyssen CM. 9 Romo C. Schoemakers CM. 10 Mgr. M. Verhoeks CM. 11 Rm. CM 12 Romo G. Boonekamp CM. 13 Romo Dijkstra CM. 14 Romo van Mensvoort CM. 15 Romo Dwidjosoesanto Pr. 16 Romo Padmosepoetra Pr. 17 Romo Danoewidjojo Pr. 18 Romo van Megen CM. 19 Romo veel CM. 20 Romo J. Wolters CM. 21 Romo J. Holtus CM. 22 Romo H. Niessen CM. 23 Romo CM. 24 Romo Passchier CM. 25 Romo Bartels CM. 26 Romo M. van Driel CM. 27 Romo Slutter CM. 28 Romo Windrich Pr. 29 Romo J. Sastropranoto CM. 30 Romo Resjanto CM. 31 Romo van Rijnoever CM. 32 Romo Prof. DR. Tondowidjojo CM. 33 Romo P. Boonekamp CM. 34 Romo H. Hario Subianto CM. 35 Romo B. Martokoesoemo CM. 36 Romo Ch. Katidjanarso CM. 37 Romo Alfons Simatupang OFM Cap. 38 Romo CM. 39 Romo Anton de Brito CM. 40 Romo L. Agus Sudaryanto CM. 41 Romo M. Edi Prasetya CM. 42 Romo Priyo CM. 43 Romo Louis Pandu CM. 44 Romo S. Soenaryo CM. 45 Romo Th. Tandyasukmana CM. 46 Romo Vincentius Yustinus CM. 47 Romo Silvano Ponticelli CM. 48 Romo Alexius Dwi Widiatna CM. 49 Romo Yuni Wimarta CM. 50 Romo Benedictus Basuki Adi Rijanto CM. 51 Romo Antonius Gigih Julianto CM. 52 Romo Yohanes Agus Setyono CM. 53 Romo Julius Haryanto CM. 54 Romo Lorentius Iswandir CM. 55 Romo Ign. Priyambodo Widhi Santoso CM. 56 Romo Vinsensius Fererius Mariyanto CM. 57 Romo Antonius Sad Budianto CM. 58 Romo Petrus Kukuh Dono Budomo CM. 59 Romo Paulus Jauhari Atmoko CM. 60 Romo Eligius Rahmat CM. 61 Romo Gregorius Kukuh Nugroho CM. 62 Romo Emmanuel Tetra Vici Anantha CM. 63 Romo Ignatius Suparno CM. 64 Romo Johannes Widajaka Pranata CM. 65 Romo Yohanes Kukuh Cahyawicaksana CM 66 Romo Agustinus Dodik Ristanto CM. 67 Romo Habel Melki Makarius CM. 68 Romo Hardo Iswanto CM.